Tuesday, September 27, 2011

Senyum

Sudah hampir petang saat sebuah rumah makan sederhana di pojok gang Jalan Seruni membuka gerainya. Tak ada meja yang belum memiliki tuan. Semua terisi penuh. Ramai. Orang-orang yang seharusnya terlihat kelaparan ini malah berlomba meninggikan suaranya sampai urat lehernya menonjol. Sepanjang mata memandang, rata-rata pengunjung rumah makan ini adalah remaja. Dengan kisaran harga menu yang menjamin kantong tak kering, perut dan lidah akan dimanja-manja sepuasnya.

Diantara meja makan-meja makan, mereka bercengkrama merekonstruksi kejadian dan bersenyuman. Aku kenal senyum-senyum itu. Senyum manja, senyum malu, senyum sarkastik, senyum sinis, senyum sayang, senyum gembira, sampai senyum pura-pura. Wanita dengan kaos merah muda itu contohnya, yang sepanjang perbincangan hanya mengangguk, menggeleng-gelengkan kepala, dan senyum bosan sedangkan lawan bicaranya tak henti bercerita seperti lupa dia harus bernapas.

Senyum seharusnya mengesankan keikhlasan, bukan begitu? Tapi mengapa aku melihat banyak versi. Katanya senyum itu ibadah. Mungkin tidak semua jenis senyum dihitung sebagai ibadah. Siapa yang tahu? Siapa yang peduli? Mungkin aku peduli walaupun aku tak tahu. Menurutku, senyum itu ekspresi yang merepresentasi perasaan yang belum memiliki nama resmi. Seperti saat aku bertanya pada seorang teman kenapa dia memilih duduk sendiri dengan muka ditekuk dan berpangku tangan. Dia menjawab, “Aku punya masalah dengan nilai ujianku. Yang kutahu teman-teman yang lain mendapat nilai bagus. Aku minder. Aku malu.” Setidaknya itu yang aku terjemahkan lewat senyumnya. Senyum menjadi jalan pintasnya menjawab perhatianku alih-alih menamai perasaannya sendiri.

Di rumah makan sederhana ini, aku dan dua sahabatku bercakap-cakap sederhana. Kami memilih-milih cerita untuk dikisahkan. Sebagian benar terjadi, sisanya (aku anggap) masih menjadi sebuah harapan. Kami juga melempar senyum-senyum dengan sesekali tertawa pendek yang dibuat-buat. Senyum kami berbeda dari mereka yang duduk diantara meja makan-meja makan itu. Kami memiliki senyum rahasia. Salah satu jenis senyum favoritku. Senyum yang didahulukan, yang diciptakan sambil menerawang angan. Senyum masa depan. Senyum kebanggaan.

17 Agustus 2011

No comments:

Post a Comment