Tuesday, June 19, 2012

Sore ini ku temukan jejakmu pada lipatan di pojok halaman bukumu
Seleret garis lipatnya bercerita lebih banyak dibanding berbaris-baris kalimat disitu
Dan ujung jariku menangkap rindu

Siapa kau sebenarnya perempuan?
yang sudah ku janjikan dirimu beberapa bagian dari hidupku
Jemariku mulai mencari jemarimu,
itu tanda rindu
Sore ini baumu sudah terbayang di penciumanku
Apakah senja di tempatmu sudah berwarna jingga?

Senja kali ini tak menuntaskan jingga
Petang terburu malam yang datang segera
Aku dan bangku kosong sedikit kecewa
Memantul-mantulkan tanya, kamu dimana

Aku mulai menemukan bayanganmu disela-sela petang senja
Mereka bilang setuju padaku
Kau wanita berkerudung biruku
Sampai petang berikutnya jemariku ingin menggamit jari-jari kecilmu

Jari-jari kita sempurna mengunci
Bau sekitar pundakmu berputaran di memori
Ah, imajinasiku berlari-lari,
mencoba menjemputmu kesini

Semuanya terhalang oleh waktu,
tapi memori tentangmu sudah kuu lipat di dalam saku biruku
Hanya sederet kata-kata cinta yang kita rajut untuk mengatakan kata rindu
Semalam aku memimpikanmu


15 Juni 2012

Tuesday, February 21, 2012

Rapatkan jari-jarimu pada genggaman kita.
Dan kunci.
Hanya itu cara memenjarakan kepercayaan kita kedalam sel-sel yang bekerja di tubuh kita.

Jika sudah tak percaya pada genggaman tangan
dan sela jari tak lagi menyapa,
rapatkan pelukanmu erat.
Disana kita akan saling mendengar hati berbicara.

Aku cukup percaya dengan genggamanmu
 yang akan memimpinku menyusuri simpangan-simpangan berbalut kabut
 menuju ujung jalan.

Jika kau lelah, berhentilah.
Tak usah terburu.
Kita duduk bersila dibawah pohon waru,
akan kupinjamkan bahuku untuk sandaranmu.
Jangan kau bisu karena matamu terlalu rumit aku maknai.

Kau punya bisa yang membuatku rela teracuni berkali-kali
dan selalu sukses melumpuhkan satu per satu sarafku.

Dan kau punya tangan halus untuk aku genggam.
Aku rela berlama-lama menghabiskan waktu didalam sana
memainkan tiap lentik jarimu satu per satu.
Dulu petang mengintip-intip malu.
Membisikkan seadanya kata yang bisa disampaikannya pada langit biru.
Hari ini, petang menjadi jalang.
Meramu abu-abu biru menjadi jingga terang.
Lantang, diserukannya ajimat-ajimat sayang.
Namun langit mengernyit pahit.

Dulu aku percaya ada yang mengerti kalimat cantik tentang senja, hujan, dan pagi selain aku.
Ternyata benar aku tidak sendiri berkalimat cantik tentang mereka bertiga.
Saat warna jingga dan lengkung kemerahan pada senja,
disebelah kiriku ada perempuan yang sedang bergumam indah.
Semoga kernyitan langit itu pertanda cemburu saat aku bersamamu tanpa malu.

Friday, January 27, 2012

Katalis Kopi

Di sepertiga siang,
yang biru langitnya lamat-lamat ketepian,
rerintik lembut gerimis mengetuk permukaan jalan,
dan wangi kopi yang terperangkap di ruang makan,
kita duduk berhadapan
Menangkap-nangkap kenangan yang tersisa di ujung pelipis
Menitipkan rahasia tantang apa, siapa, dan bagaimana
Mengupas kejujuran dan melahap habis sakit hati
Mencecar jawaban akibat keingintahuan yang menggebu

Cangkir hitam isi kopi kental itu mondar-mandir di bibir kita
seakan menjadi jeda antar cerita
menjadi penanda siapa giliran berikutnya
dan menjadi katalis dalam bauran cinta